Surat dari seorang rekan membuat apa yang sudah saya rencanakan jadi berantakan. Berbagai pemikiran berbaris di kepala saya. Mulai dari kemarahan atas isi suratnya, kekhawatiran akan persepsi orang yang terbentuk olehnya, penilaian jelek saya tentang karakter rekan tersebut. Juga skenario balasan untuk mematahkan argumennya.
Sukar memikirkan hal-hal yang baik tentang orang itu maupun cara-cara yang bersahabat untuk menyelesaikan masalah. Pemikiran negatif saya memicu reaksi yang negatif pula.
Ketika menghadapi perselisihan, sebaiknya kita tetap mengarahkan fokus pemikiran pada hal-hal yang positif. Bukan berarti mengabaikan masalah, melainkan tidak terus berputar-putar dalam masalah.
Memikirkan apa yang Tuhan ingin untuk kita lakukan adalah langkah yang seharusnya diambil. Antara lain: menjunjung kebenaran dan berani mengakui kesalahan, mengambil keputusan yang objektif, menegur kesalahan dengan kasih, memberi dorongan semangat, serta berinisiatif untuk memulihkan hubungan.
Fokusnya bukan membenarkan diri sendiri, tetapi melakukan apa yang berkenan di hati Tuhan. Ini akan menjadi kesaksian yang indah bagi orang-orang yang melihatnya.
Apa yang kita biarkan menguasai pikiran kita akan sangat memengaruhi tindakan-tindakan kita. Ketika kemarahan, keluhan, kesedihan mulai menguasai, tahanlah diri untuk langsung bereaksi.
Datanglah kepada Tuhan memohon damai sejahtera-Nya melingkupi kita. Mintalah pertolongan Tuhan untuk mengarahkan pikiran kita pada hal-hal yang berkenan di hati-Nya. —ELS
Tuhan, kuasailah pikiranku dengan pikiran-Mu, agar aku dapat melakukan hal-hal yang menyukakan hati-Mu.
* * *
Sumber: e-RH, 23/11/2012 (diedit seperlunya)
Judul asli: Sebelum Bereaksi
==========