21 November 2009

Pelajaran di Dapur Rumah Sakit

Ketika memasuki dapur rumah sakit pada pukul 06.00 pagi, Rose sedang mengecek nama-nama pasien pada nampan-nampan yang berisi sarapan pagi.

“Hai, namaku Janet,” sapaku dengan ramah, meskipun aku sudah mendengar tentang Rose yang tidak bisa bekerja sama dengan orang lain. “Minggu ini jadwalku bekerja denganmu,” sambungku.

Rose, wanita paruh baya dengan rambut abu-abu tersebut memandangku tajam dari balik kaca matanya. Aku tahu bahwa ia tidak senang bekerja dengan seorang siswa praktik sepertiku.

“Apa yang bisa kubantu? Membuat kopi?” tanyaku. Rose hanya mengangguk dan melanjutkan pekerjaannya.

Aku sedang mengisi 40 cangkir dengan air panas dan mulai membuat kopi, ketika Rose berteriak dengan galak, “Bukan begitu cara membuat kopi!”

“Aku melakukan sesuai yang diajarkan pengawas kepadaku,” jawabku membela diri.

“Pasien lebih suka kopi yang dibuat dengan caraku,” kata Rose.

Sepanjang pagi itu, Rose seolah menikamku dengan mata tajamnya dan dengan kata-kata yang menyakitkan. Semua yang kukerjakan diperiksa dan dikritik olehnya.

Selama praktik, aku belum pernah bertemu dengan orang seperti Rose. Di dalam kamarku, sambil berurai air mata, aku membawa masalahku kepada Tuhan.

“Tuhan, apa yang Engkau ingin kulakukan?” Aku tidak tahan dengan Rose.” Jawaban yang datang dalam pikiranku adalah dorongan yang kuat untuk mengasihi Rose.

“Mengasihi Rose? Memahaminya aku bisa, tapi untuk mengasihinya tidak mungkin, Tuhan!”

Keesokan harinya ketika hendak bekerja lagi dengan Rose, aku berdoa, “Tuhan, tolong aku untuk mengasihi Rose, berkatilah Rose.”

Hari itu aku mengerjakan segala sesuatunya dengan cara yang Rose inginkan. Sejak berdoa untuknya, aku tidak lagi berfokus pada apa yang ia lakukan terhadapku, tetapi pada kondisi batinnya sebagai orang yang terluka dan perlu dikasihi.

Kekakuan di hatiku mulai mencair dan sepanjang musim panas itu kami memiliki banyak kesempatan untuk bekerja bersama.

Rose kini berubah. Setiap kali melihatku, ia tampak sangat bahagia. Selama bekerja dengan wanita kesepian ini, aku belajar mendengarkan dia – sesuatu yang tidak seorang pun mau melakukannya.

Aku belajar memahami dia sebagai tulang punggung orangtuanya yang sudah lanjut usia, masalah kesehatan yang ia alami, dan suaminya yang pemabuk.

Suatu hari ketika aku bekerja sendiri, Rose masuk dapur rumah sakit dengan pakaian layaknya orang yang akan melakukan perjalanan.

“Kau tidak bekerja hari ini?” tanyaku.

“Tidak, aku menerima pekerjaan lain dan tidak akan bekerja di sini lagi. Aku datang hanya untuk mengucapkan salam perpisahan denganmu,” jawabnya... kemudian langsung memelukku.

Ini merupakan pengalaman berharga bagiku bahwa di dunia ini banyak orang seperti Rose: bermasalah, terluka, tidak dikasihi, dan butuh perhatian.

Aku menemukan bahwa mengasihi merupakan cara terbaik untuk mengubah musuh menjadi sahabat.

Kata-kata bijak:
Perlawanan hanya memperburuk keadaan, tetapi kasih mengubah musuh menjadi sahabat.

* * *

Sumber: Manna Sorgawi, 21 November 2009

Di-online-kan oleh Paulus Herlambang.

Bukan sekadar copy & paste. Seluruh kisah diketik ulang dengan kesebelas jariku dan diedit dengan cermat – 415 kata.

=======

10 November 2009

Perangkap Tikus

Seekor tikus mengintip dari lubang yang ada di tembok untuk melihat petani dan istrinya membuka belanjaan mereka.

“Makanan apa yang mereka beli?” tanya tikus di dalam hatinya. Ia begitu kecewa ketika mengetahui bahwa yang dibeli sang petani adalah perangkap tikus.

Tikus berlari ke ladang sembari berteriak-teriak, “Ada perangkap tikus di rumah! Ada perangkap tikus di rumah!”

Ayam berkata kepada tikus, “Tuan Tikus, perangkap itu adalah kuburanmu, tidak ada hubungannya denganku. Aku tidak mau direpotkan oleh masalahmu.”

Tikus kemudian bertemu dengan kambing dan berkata, “Ada perangkap tikus di rumah!” Kambing menunjukkan kesedihannya dan berkata, “Aku ikut bersedih Tuan Tikus, dan tidak ada yang dapat kuperbuat selain berdoa untukmu. Yakinlah, kamu akan selalu ada dalam doaku.”

Kemudian tikus mendatangi sapi dan berkata, “Ada perangkap tikus di rumah!” Sapi menjawab, “Woow, Tuan Tikus. Aku ikut bersedih. Tetapi perangkap itu bukan untukku. Hidungku saja tidak dapat masuk ke dalam perangkap itu.”

Lalu kembalilah tikus ke rumah dengan kepala tertunduk dan hati yang hancur karena harus menghadapi perangkap itu sendirian.

Pada tengah malam, terdengar bunyi perangkap tikus yang begitu keras seperti ada sesuatu yang tertangkap. Istri sang petani terbangun dan segera memeriksa untuk melihat apa yang telah tertangkap.

Di dalam kegelapan malam, sang istri tidak dapat melihat bahwa ada seekor ular berbisa yang ekornya kena perangkap tikus itu. Ular itu mematuk istri petani.

Sang petani segera melarikannya ke rumah sakit. Setelah mendapat perawatan di unit gawat darurat, istrinya kembali pulang ke rumah tetapi dengan badan yang masih demam.

Sang petani tahu, bahwa orang yang demam bisa cepat sembuh dengan makan sup ayam hangat. Petani itu pun menyembelih ayamnya, namun demam istrinya tetap berlanjut.

Banyak teman dan tetangga yang berdatangan. Untuk menjamu mereka, si petani terpaksa menyembelih kambingnya. Akhirnya, sang istri tidak tertolong, ia meninggal dunia.

Banyak orang yang datang ke rumah sang petani untuk menyatakan belasungkawa, dan untuk menjamu mereka semua sang petani terpaksa memotong sapinya.

-----

Suatu saat, jika anda melihat atau mendengar bahwa seseorang sedang menghadapi masalah dan berpikir bahwa itu tidak ada hubungannya dengan anda, ingatlah bahwa ketika salah seorang dari kita sedang menderita, sebenarnya kita semua juga terancam menderita. Semua kita terlibat di dalam perjalanan bersama yang disebut kehidupan.

Kita semua bersaudara. Jangan hanya memerhatikan kepentingan diri sendiri, tetapi kita juga harus memerhatikan kepentingan orang-orang lain, dan bersedia untuk memberikan bantuan yang dapat menguatkan dan menolong saudara kita yang sedang dalam kekurangan, ketakutan, penderitaan, ataupun pencobaan.

-----

Kata-kata bijak:
Ingatlah bahwa kita yang berada di dalam satu perahu kehidupan ini layak saling tolong-menolong.

* * *

Sumber: Manna Sorgawi, 10 November 2009 (diedit seperlunya)

Di-online-kan oleh Paulus Herlambang.

=======


Artikel Terbaru Blog Ini