26 Februari 2013

Totalitas Seorang Guru

Ibu Merry mengajar di Sekolah Luar Biasa (SLB) Bhakti Luhur, Malang, sejak 1984. Suatu saat ia mendapatkan seorang murid bernama Jorei – anak yang bisu, tuli, dan low vision (berkemampuan melihat rendah).

Awalnya Jorei tidak mau belajar. Ibu Merry tak kehabisan akal. Bila keadaan gelap Jorei mudah mengantuk, maka Bu Merry menyalakan lampu seterang-terangnya saat anak itu belajar.

Anak-anak SLB juga sulit berkonsentrasi, maka Bu Merry membuat banyak alat peraga yang merangsang muridnya untuk belajar. Sebuah totalitas pengabdian yang mengagumkan.

Sekolah Luar Biasa (SLB) Bhakti Luhur, Malang

Hubungan kita dengan Tuhan adalah landasan bagi hubungan kita dengan sesama. Ketika kita melakukan sesuatu bagi sesama, sesungguhnya kita sedang melakukannya bagi Tuhan, yang menciptakan kita semua.

Kesadaran ini menggugah dedikasi dan etos kerja yang luar biasa. Orang tergerak untuk bekerja dengan segenap hati, bukan sekadar mengejar keuntungan materiil, melainkan sungguh-sungguh mengupayakan kesejahteraan orang lain.

Orang bersedia untuk bekerja secara ekstra, melampaui tuntutan tugas, agar kehidupan sesamanya dapat menjadi lebih baik. Dan, ia memperoleh kepuasan sedalam-dalamnya dengan menyadari bahwa ia mengerjakan semuanya itu sebagai ungkapan syukur atas anugerah Tuhan.

Apakah kita melihat kehadiran Tuhan di balik setiap orang yang berinteraksi dengan kita? Apakah kita bekerja demi memberikan manfaat pada sesama? Apakah kita menilai sukses dari kepuasan dalam mensyukuri anugerah-Nya? —Sidik Nugroho

Ketika kita bekerja dengan segenap hati seperti bagi Tuhan, kita menemukan kepuasan hati yang sedalam-dalamnya.

* * *

Sumber: e-RH, 26/2/2013 (diedit seperlunya)

==========

19 Februari 2013

Meminta Kejelasan

"Bu, kurasa kita perlu mulai diet," kata Pak Agung. Bu Agung mencibir sambil berpikir, "Ia menganggap aku semakin gemuk dan jelek."

Pada hari lain Bu Agung —dengan niat menghindarkan suaminya dari kena tilang— berkata, "Mbok ya jangan ngebut kalau nyetir." Pak Agung merengut, pikirnya, "Huh, selalu saja ia menganggap aku ini ugal-ugalan."

Apabila pola komunikasi semacam itu dibiarkan berlarut-larut, Anda bisa membayangkan bagaimana kondisi rumah tangga Pak Agung.


Ketidakjelasan dan kesalahpahaman dalam berkomunikasi dapat menimbulkan luka emosional. Komunikasi yang seharusnya menjadi jembatan penghubung antarmanusia, justru berdiri tegak menjadi tembok pembatas.

Kita didorong untuk mengutamakan kejelasan dalam berkomunikasi, seperti disarankan oleh Salomo (Nabi Sulaiman) berikut ini: “Jikalau seseorang memberi jawab sebelum mendengar, itulah kebodohan dan kecelaannya.” ~Salomo (Amsal 18:13)

Jangan buru-buru menanggapi suatu pesan sebelum kita menyimak dan memahami benar maksudnya. Tanggapan yang sembrono hanya menimbulkan masalah.

Apabila kita ragu-ragu atau tidak mengerti saat menerima pesan, jangan sungkan untuk meminta kejelasan. Metode ini disebut sebagai mendengarkan secara reflektif.

Mendengarkan bukan sekadar berdiam diri ketika mitra kita berbicara, melainkan menyimak baik-baik untuk memahami maksudnya. Untuk memastikan, ulangi apa yang diucapkan orang itu, dan berilah ia kesempatan untuk menjelaskan.

Bu Agung, misalnya, bisa bertanya baik-baik, "Bapak mengajak Ibu berdiet, ya?" Lalu, biarkan Pak Agung menjelaskan apa maksudnya, dan kemudian Bu Agung dapat menanggapi dengan semestinya. Komunikasi yang jelas pun dapat terlaksana. —ARS

Komunikasi yang efektif baru terlaksana ketika kita menanggapi dengan benar pesan yang disampaikan.

* * *

Sumber: eRH, 4/5/2011 (diedit seperlunya)

==========

17 Februari 2013

Membiarkan Tergeletak

Yue Yue, gadis cilik berumur 2 tahun, tergeletak di jalan karena ditabrak sebuah mobil van di Foshan, Guang Dong, China. Banyak orang —mulai dari yang berjalan kaki, yang bersepeda, sampai yang bermobil— melewatinya.

Akan tetapi, mereka berlalu begitu saja, membiarkannya terkapar bersimbah darah, sampai sebuah truk melindasnya kembali.

Yue Yue sebelum dan sesudah tertabrak mobil.

Peristiwa tertabraknya Yue Yue.

Kejadian ini merupakan salah satu potret pedih, betapa semakin tipisnya kepedulian sosial di dunia ini. Ya, bukan hanya di China, di berbagai belahan bumi lain pun kita kerap diperhadapkan pada sikap acuh tak acuh yang memilukan seperti itu.

Firman Tuhan sudah memperingatkan akan datangnya masa-masa seperti ini. Masa ketika manusia lebih mencintai dirinya sendiri dan ketika kasih manusia terhadap sesamanya semakin dingin.

Banyak orang semakin menggebu-gebu mengejar kesuksesan dan ambisi pribadinya, sehingga akhirnya menjadi hamba uang. Hanya keuntungan materiil yang diperhitungkan, termasuk dalam hubungan dengan sesama.

Tidak sedikit pula yang rajin beribadah, namun mengingkari hakikat ibadah itu sendiri, karena tidak menjadi pelaku firman.

Kondisi itu semakin hari akan semakin intensif belaka. Namun, orang percaya semestinya tidak terhanyut oleh kecenderungan tersebut. Tuhan menghendaki umat-Nya hidup dengan sikap yang berbeda dari dunia.

Kita berperan untuk menyatakan kasih kepedulian-Nya kepada orang-orang di sekitar kita, khususnya mereka yang telantar dan tersisih. —Susanto

Dunia dapat merasakan kasih Tuhan yang tidak kelihatan melalui karya dan pelayanan umat-Nya yang kelihatan.

* * *

Sumber: e-RH, 17/2/2013 (diedit seperlunya)

Judul asli: Membiarkan Yue Yue

==========


Artikel Terbaru Blog Ini