21 November 2012

Jiwa Pengkritik

Jerry Bridges bercerita tentang seorang ayah yang sering sekali mengkritik anak perempuannya seolah-olah ia tidak bisa melakukan apa pun dengan benar. Anak ini tumbuh sebagai anak yang merasa tertolak dan ketika dewasa ia mencari orang-orang yang bisa membuatnya merasa diterima.

Ketika ayahnya sadar, anak ini sudah hidup dalam seks bebas dan menjadi pecandu kokain. Kasus ini termasuk ekstrem, tak semua kritik bisa menimbulkan dampak separah itu. Namun, pada dasarnya, semangat mengkritik dan menghakimi memang bersifat menghancurkan.


Berbeda pendapat boleh-boleh saja, tetapi janganlah saling menghakimi dan menghina. Masing-masing kelompok tidak perlu merasa diri paling benar (karena yang dianggap ‘benar’ itu belum tentu betul-betul benar), apalagi memandang rendah kelompok yang berbeda dengan mereka. Mengapa kita ingin bertindak sebagai Allah bagi orang lain?

Hal-hal yang tidak sesuai dengan firman Tuhan jelas perlu ditegur. Namun, berhati-hatilah agar ketika melakukannya kita tidak terjebak dalam sikap merasa diri paling benar dan merendahkan orang yang punya pendapat berbeda.

Ungkapkanlah ketidaksetujuan kita dengan cara yang bijak, tidak kasar, apalagi sampai membunuh karakter seseorang. Sadarilah bahwa kita pun masih jatuh bangun dalam dosa dan membutuhkan kasih karunia Tuhan. —MEL

Teguran dalam kasih sangat diperlukan. Namun, jiwa yang suka mengkritik dapat menghancurkan.

* * *

Sumber: e-RH, 21/11/2012 (diedit seperlunya)

==========


Artikel Terbaru Blog Ini