Seorang guru hendak mengajarkan sesuatu kepada muridnya. Ia memberikan segenggam tepung biji mahoni untuk dimasukkan ke dalam sebuah cangkir berisi air, lalu menyuruh anak itu meminumnya. Sang murid segera memuntahkan air itu karena tak tahan mencecap rasa pahit yang luar biasa.
Kemudian guru itu kembali memberinya segenggam tepung biji mahoni, kali ini untuk dituangkan ke dalam sebuah telaga bening. Ia menyuruh anak itu mengambil airnya dan meminumnya. Kali ini si murid dapat menikmati air itu, yang tetap terasa tawar dan menyegarkan.
biji mahoni |
"Tepung biji mahoni itu mewakili semua hal buruk dan kepahitan dalam hidup ini. Yang menentukan pengaruhnya adalah seberapa besar wadah yang menampungnya, yaitu hati kita!" kata sang guru yang bijak.
Sebagai orang percaya kita didorong agar tetap bertekun dalam iman, sekalipun banyak kesukaran menghadang dari berbagai sisi, termasuk dari sesama orang percaya.
Mengikut Tuhan memang tidak menjamin seseorang terbebas dari masalah, bahkan tak jarang menjadikan kehidupan kita kian pelik.
Syukurlah, orang percaya telah diberi hati yang baru. Anugerah-Nya memampukan kita untuk menawarkan rasa "bubuk kepahitan" sehingga hati kita tetap manis dan segar.
Apakah Anda bergumul untuk mengampuni orang lain? Apakah Anda mengalami kesulitan berdamai dengan seseorang? Apakah organisasi keagamaan di mana Anda bernaung mengecewakan Anda?
Lihatlah anugerah-Nya, bagaimana Dia mengasihi dan mengampuni Anda tanpa syarat. Maka ampunilah mereka yang bersalah kepada Anda. —Hembang Tambun
Kepahitan bukan ditentukan oleh apa yang kita alami, melainkan oleh respons hati kita terhadap pengalaman itu.
* * *
Sumber: e-RH, 16/1/2013 (diedit seperlunya)
==========