23 Desember 2012

Benih Kepercayaan

Pada pemakaman Kathryn Lawes, istri mantan sipir penjara di New York, para narapidana beramai-ramai melayat. Sejenak mereka menghirup udara bebas.

Seusai upacara, tak satu pun dari mereka berusaha kabur. Dengan patuh semua kembali ke sel masing-masing. Apa rahasianya?

Semasa hidup, Nyonya Lawes membiarkan anak-anaknya bermain dengan para narapidana itu. Ia percaya mereka akan berlaku baik kepada anak-anaknya.

Kesan dipercayai, itu yang membekas di hati para narapidana. Sehingga mereka tak mau menodai kepercayaan yang diberikan waktu diizinkan keluar untuk melayat orang yang telah memercayai mereka.

Sejumput benih kepercayaan ditanam, hasilnya tak mengecewakan. Semua orang butuh dipercayai. Besar kemungkinan kebaikan dalam dirinya tumbuh jika ia dipercayai.


Semua hubungan baik berlandasan kepercayaan. Suasana kerja yang baik dibangun di atas kepercayaan. Prestasi bertumbuh karena ada kepercayaan. Pelayanan yang berbuah memerlukan sikap saling percaya.

Sudahkah kita menanam benih percaya-memercayai dalam berkeluarga, berteman, bekerja sama, berorganisasi, bermasyarakat? Jika kita ingin dipercayai, begitu pun orang lain. —PAD

Orang yang dipercayai dengan cara yang benar akan menjadi orang yang dapat dipercaya. ~Abraham Lincoln

* * *

Sumber: e-RH, 30/3/2011 (dipersingkat)

==========

14 Desember 2012

Kepedulian Sosial

Sebuah novel Portugis berkisah tentang seorang pemuda bernama John yang mengadakan perjalanan ke India untuk mencari nafkah. Setelah beberapa tahun, ia kembali ke Lisbon dengan beberapa kapal penuh harta benda.


Timbul idenya untuk menguji para kerabat dan sahabatnya. Katanya, “Aku akan mengadakan suatu permainan.” Ia kemudian mengenakan pakaian yang sudah usang dan pergi ke rumah Peter, sepupunya.

“Peter, aku ini John, sepupumu. Tidakkah engkau mengenaliku? Setelah beberapa tahun merantau ke India, aku kini kembali. Aku sekarang sedang kebingungan di mana aku akan tinggal. Bolehkah aku tinggal di rumahmu untuk sementara waktu?”

Dengan serta merta sepupunya menjawab, “Oh John, betapa aku ingin engkau dapat menginap di rumahku. Tapi sayang, tidak ada satu ruang pun yang kosong di rumahku.”

Kemudian John menuju rumah seorang sahabatnya, dan sahabatnya yang lain, tapi di mana-mana ia mendapati pintu tertutup baginya.

Akhirnya John kembali ke kapalnya, mengenakan pakaian terbaiknya, menjelajahi kota Lisbon dengan pelayan-pelayan yang mengiringinya. Ia membeli rumah yang besar di jalan utama Kota Lisbon.

Dalam waktu singkat, berita tentang harta kekayaanya telah tersebar ke segala penjuru kota.

“Siapa sangka ia seperti sekarang keadaannya,” kata saudara dan teman-teman yang telah bersikap tidak bersahahat kepadanya.

“Coba kalau kita tahu sebelumnya, betapa berbedanya perlakuan kita kepadanya. Dan sekarang kita telah merusak kesempatan kita dengannya,” kata mereka tanpa malu.

Bukankah novel itu mengandung kebenaran dalam kenyataan hidup? Betapa ironis. Bukankah kepada mereka yang sudah kaya, terhormat, pintar, biasanya kita menaruh hormat, memberi hadiah, menyediakan pemberian atau sumbangan yang mahal dan pantas?

Tetapi, kepada yang tidak punya, “orang-orang kecil”, kita berlaku semena-mena, memberikan ala kadarnya, ditambah dengan gerutuan.

Marilah mengasah kepekaaan kita, agar di zaman yang semakin sulit ini, kita mau mengulurkan tangan bagi orang-orang di sekitar kita yang membutuhkan. —Liana Poedjihastuti

* * *

Sumber: KristusHidup.com, 14/12/2012 (diedit seperlunya)

Judul asli: Kristus di Tengah Kita

==========

06 Desember 2012

Saling Membutuhkan

Harian Los Angeles Times, 20 November 1988, melaporkan sebuah insiden. Seorang wanita terperangkap dalam sebuah mobil, dan menggantung pada sebuah sisi jalan tol Los Angeles Timur.

Wanita itu sungguh beruntung, karena pada akhirnya bisa diselamatkan oleh para pengemudi yang pagi itu melintas di jalan tol tersebut, bersama-sama dengan petugas pemadam kebakaran dan pengemudi truk derek, yang semuanya berjumlah dua puluh lima orang.

Mereka semua bersusah payah mengupayakan keselamatan wanita tersebut, dimulai dengan mengambil tambang dari salah satu mobil mereka, mengikat belakang mobilnya, menjulurkan sebuah tangga dari truk pemadam kebakaran untuk menstabilkan posisi mobil, dan pada akhirnya mengikatkannya pada truk derek, serta menariknya keluar dari pembatas jalan tol.

Namun sungguh lucu dan sedikit menjengkelkan dalam peristiwa itu, sebab pada saat semua orang bersusah payah berusaha untuk menolongnya, wanita tersebut justru berteriak-teriak “Biar saya kerjakan sendiri! Biar saya kerjakan sendiri!”

Padahal, mana mungkin ia bisa melakukan sendiri, sedangkan dua puluh lima orang saja bersusah payah mengupayakan pertolongannya dengan berbagai alat berat selama dua setengah jam? Tetapi, itulah kenyataan yang terjadi.

Sepertinya wanita tersebut merasa sama sekali tidak membutuhkan pertolongan orang lain. Bukankah hal itu juga yang sering terjadi di tengah-tengah kita? Ya, ada banyak orang yang begitu sombong untuk mengakui bahwa dirinya membutuhkan orang lain.

Padahal, siapakah kita? Bukankah kita adalah makhluk yang begitu lemah dan penuh dengan keterbatasan, sehingga kita pasti membutuhkan sesama kita?

Maka dari itu, tentunya kita perlu menyadari akan keberadaan kita tersebut. Artinya, marilah kita mengakui dengan segala kerendahan hati, bahwa di dalam hidup ini kita membutuhkan orang lain.


Kita diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, tetapi saling bergantung satu dengan yang lain. Sebuah nasihat yang sangat relevan dan berlaku bagi kehidupan kita, yaitu: kita harus senantiasa bertolong-tolongan menanggung beban ataupun pergumulan sesama kita.

Di saat orang lain membutuhkan pertolongan kita, kita harus siap sedia dan segera menolongnya. Pada saat yang lain, ketika kita mungkin diperhadapkan pada pergumulan-pergumulan hidup, kita juga bersedia menerima pertolongan. —Pdt. David Nugrahaning Widi

Tidak seorang manusia pun yang mampu hidup tanpa orang lain.

* * *

Sumber: KristusHidup.org, 6/12/2012 (diedit seperlunya)

Judul asli: Engkau Kubutuhkan

==========

05 Desember 2012

Mengasihi Secara Total

Ada kisah nyata tentang seorang bapak tua mantan pecandu alkohol di Kalifornia bernama Rings. Sejak percaya kepada Tuhan, ia tak pernah lagi memakai nafkahnya untuk membeli alkohol.

Ia tinggal di kabin mobil dan tak berusaha menyewa tempat tinggal yang lebih baik. Ia memakai semua uangnya untuk membeli bahan makanan dan memasaknya bagi para tunawisma, sembari bercerita tentang Tuhan yang telah memberi kemerdekaan dalam hidupnya.

Ia mengatakan bahwa Tuhan-lah yang menyuruhnya memberi makan orang lain dengan uang yang Dia berikan kepadanya, karena Tuhan mengasihi mereka.

Memberikan seluruh nafkah, itu juga yang dilakukan seorang janda yang datang ke Bait Allah pada zaman Yesus. Persembahannya adalah dua keping mata uang Yahudi yang terkecil nilainya. Namun, Yesus tahu apa arti uang itu bagi sang janda. Seluruh nafkahnya.


Orang-orang kaya bisa memberikan sebagian hartanya tanpa terganggu standar hidupnya. Namun, persembahan janda itu mungkin membuatnya tidak bisa makan seharian.

Kita bisa dengan mudah memberi waktu dan uang untuk kegiatan-kegiatan berlabel rohani selama itu tidak mengganggu kehidupan pribadi atau keluarga kita.

Tanpa sadar kita telah membagi ruang hidup kita menjadi "yang sekuler" dan "yang rohani", yang "milik kita" dan yang "milik Tuhan". Tuhan ingin kita mengasihi-Nya dengan totalitas hidup. Bagaimana kita akan menerapkan perintah ini? —MEL

Tuhan ingin kita mengasihi-Nya secara total. Semua aspek dalam hidup adalah persembahan kita bagi-Nya.

* * *

Sumber: e-RH, 5/12/2012 (diedit seperlunya)

==========

01 Desember 2012

Setetes Madu

“Anda akan mendapatkan apa yang Anda inginkan di dalam hidup ini apabila Anda mau membantu orang lain mendapatkan apa yang mereka inginkan.” Kata-kata bijak Zig Ziglar ini ingin mengingatkan kita, yang rata-rata adalah manusia biasa, untuk membangun hubungan sebaik mungkin dengan orang lain.

Inilah jalan terbaik untuk mengatasi kelemahan kita, yakni memanfaatkan kekuatan orang lain. Cara yang elegan untuk mendapat kekuatan itu adalah dengan menolong orang lain mengatasi kelemahan dan kesulitan mereka.

Kita bisa belajar dari pepatah kuno yang sangat dikagumi oleh Abraham Lincoln: “Setetes madu bisa menangkap lebih banyak lalat daripada segalon empedu.” Inilah cara terhebat untuk memenangkan hati orang lain.

Caranya, menurut Salomo (Nabi Sulaiman) adalah dengan perkataan yang menyenangkan. Kata-kata yang menyenangkan itu gratis, tetapi bisa mengalirkan dukungan kepada kita.

“Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang.” —Salomo


Setetes madu bisa menggerakkan orang lain untuk membantu kita mewujudkan impian dan tujuan kita. Transformasikanlah kebaikan kita menjadi sapaan lembut dan senyum hangat kepada orang-orang yang kita jumpai. Tentu saja harus dilandasi dengan hati yang tulus.

Biarlah kebaikan kita mewujud menjadi doa, simpati, pertolongan, apresiasi, pengertian, motivasi, dan juga kepedulian kepada orang lain.

Itulah setetes madu yang bisa kita berikan untuk memenangkan hati siapa pun agar mendukung kita. Ini senapas dengan ajaran yang berbunyi: Berilah dan kamu akan diberi!

Memberi adalah membuka diri, membuka hati kita, maka orang lain akan memberi dengan membuka hati mereka untuk kita. Tidak ada pintu yang terbuka jika setiap orang mengunci diri. Tidak ada orang yang mendengarkan jika semua orang berbicara tentang dirinya sendiri.

Kita juga tidak mungkin membangun sebuah persahabatan jika Anda dan saya selalu saja mendasarinya demi kepentingan sendiri, hanya tamak semata.

Percayalah, jika kita menabur kebaikan, orang lain yang juga merindukan kebaikan, takkan sanggup menahan diri untuk membalas dengan kebaikan pula. Sikap baik itu menular [tetapi Anda jangan naif, ada juga beberapa orang yang sudah “divaksin” sehingga tidak tertular oleh kebaikan].

Sikap baik memberikan sinyal kepada orang lain untuk berbuat baik. Ketika Anda bermurah hati, orang lain takkan bisa menahan diri untuk tidak murah hati.

Jadi, bukalah hati kita, arahkan kebaikan Anda dan saya kepada orang lain dengan menyalakan empati, menggerakkan hati, pikiran dan tindakan kita, niscaya mereka akan melakukan hal yang sama untuk kita.

Marilah memenangkan hati orang-orang di sekitar kita dengan setetes madu. —Agus Santosa

Ketika seseorang terbungkus di dalam dirinya sendiri, ia hanya menjadi sesuatu yang sangat kecil. —John Ruskin

* * *

Sumber: KristusHidup.org, 1/12/2012 (diedit seperlunya)

==========


Artikel Terbaru Blog Ini